Tindak Pidana KORUPSI Dalam Paradigma Hukum dan Paradigma Sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sangsi pidana. Dengan demikian dilihat dari istilahnya hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana. Sedangkan sifat-sifat orang yang melakukan tindak pidana tersebut menjadi bagian dari persoalan lain. Salah satu contoh kejahatan atau tindak pidana adalah korupsi, yang dalam bentuknya memiliki banyak macam dan jenis. Ironis memang, di Indonesia negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual ini pernah meraih peringkat pertama sebagai Negara terkorup di Asia dan Negara paling lamban yang keluar dari krisis dibandingkan negara-negara tetangganya. Tindak pidana korupsi merupakan fenomena hukum yang sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan yang semakin sistematis serta lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-`adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat. Adalah suatu hal yang naif apabila kenyataan ironis di atasditimpakan kepada Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk. Yang perlu dikritisi di sini ialah orientasi keberagamaan kita yang menekankan kesalehan ritual-formal dengan mengabaikan kesalehan moral-individual dan sosial. Model beragama seperti ini memang sulit untuk dapat mencegah pemeluknya dari perilaku- perilaku buruk, seperti korupsi. Padahal dalam perspektif ajaran Islam, korupsi merupakan perbuatan terkutuk, karena dampak buruk yang ditimbulkannya bagi suatu masyarakat dan bangsa sangatlah serius. Melalaui korupsi seseorang bisa mengumpulkan uang dalam jumlah yang cukup besar dalam jangka waktu yang relatif singkat. Dalam konteks keindonesiaan ternyata tindak pidana korupsi telah menjadi problematika nasional, yang dilakukan bukan saja pejabat tinggi tetepi juga pejabat level bawah. Dan sebagai upaya mengimbangi rasa bersalah maka, seringkali para koruptor memeberikan sumbangan dana kepada berbagai kegiatan sosial atau kepentingan umum, baik diserahkan kepada panitia pembangunan masjid, pengelola sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain. Oleh karena itu, makalah/karya ilmiah ini berjudul Korupsi dalam Paradigma Hukum dan Paradigma Sosial. Dalam Karya ilmiah ini akan membahas mengenai bagaimana Korupsi dalam Paradigma Hukum dan Paradigma Sosial. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas maka yang mejadi pokok permasalahan adalah; 1. Apa yang di maksud dengan Korupsi ? 2. Bagaimana Korupsi dalam Paradigma Hukum ? 3. Bagaimana Korupsi dalam Paradigma Sosial ?   Bab II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Korupsi Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan keungan atau perekonomian Negara. Korupsi (bahasa Latin: Corruptio dari kata kerja Corrumpere yang bermakna busuku, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. A. Pengertian korupsi menurt beberapa ahli : 1. Menurut kartini kartono Korupsi yaitu tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan Negara. 2. Menurut Robert Klitgaard yang mengupas korupsi dari perspektif administrasi negara, mendefinisikan korupsi sebagai Tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan menyangkut tingkah laku pribadi. Berbagai definisi yang menjelaskan dan menjabarkan makna korupsi dapat kita temui. Dengan penekanan pada studi masing-masing individu maka korupsi menjadi bermakna luas dan tidak hanya dari satu perspektif saja. Setiap orang bebas memaknai korupsi. Namun satu kata kunci yang bisa menyatukan berbagai macam definisi itu adalah bahwa korupsi adalah perbuatan tercela dan harus diberantas. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas atau kejahatan. 2.2 Bagaimana Korupsi dalam pandangan Hukum Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat (1) UU TPK menyatakan bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tujuan dari praktek-praktek diatas tercantum dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. Adapun sifat dari korupsi itu dibagi dua bagian, yaitu; 1. Korupsi Dibidang Public Korupsi dalam bidang publik, yaitu praktrk korupsi, legislative maupun yudikatif. Korupsi dibidang publik ini dapat berupa: - Nepotisme Yaitu memasukkan pegawai ke dalam instansi public baik di bidang eksekutif, legislative, maupun yudikatif tanpa memandang kemampuannya, tetapi didasarkan kepada kepentingan golongan tertentu, keluarga atau suku. - Fraus Yaitu kecenderungan paara peminpin untnuk memperkuat kedudukan yang kini dimiliki. - Bribery Yaitu korupsi yang dilakukan oleh pejabat, berupa penyuapan yang diberikan oleh seorang swasta dengan maksud mempengaruhi agar member perhatian istimewa kepada kepentingan-kepentingan si pemberi. - Birokrasi Yaitu suatu sistem pemerintahan yang dapat menghilangkan keaslian, iinisiatif dan menelorkan menusia penjilat. Bahkan tukang sapu, penjaga pintu, tukang ketik juga ikut pula terlibat dalam korupsi karena dengan uang rokok (back shish system); uang suapan dapat menjadi pelumas untuk mempercepat mekanisme administrasi. 2. Korupsi Di Bidang Private Terutama dalam bidang perdagangan dimana timbul persaingan yang tidak sehat antara sesame pengusaha, adanya etiket buruk untuk tidak melaksanakan prestasi ataupun memusnahkan barang jaminan. Di lembaga perguruan tinggi misalnya adanya pengangkatan tenaga administratif maupun edukatif yang berlebih-lebihan dan kurang mampu adalah sangat merugikan para mahasiswa dan lain sebagainya. Landasan perundang-undangan Negara tentang korupsi adalah sebagai berikut: • TAP MPR-RI No. XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; terdiri 4 pasal yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republic Indonesia berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar lembaga tertinggi Negara, lembaga kepresidenan, lembaga tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggara Negara brlangsung sesuai dengan undang-undang dasar 1945. Pasal 2 1. Penyelenggara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan Negara.i prakte. 2. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggaraan Negara harus jujur, adil, tebuka dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dan nepotisme. Pasal 3 1. Untuk menghindari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, harus bersumpah sesuai dengan agamanya harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaan sebelum dan sudah menjabat. 2. Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana dimaksud kepada ayat 1 di atas dilakukan oleh suatu lembaga yang debentuk oleh kepala Negara yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyrakat. 3. Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi. Pasal 4 Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas siapapun juga, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta / konglomerat termasuk presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak berrsalah dan hak-hak asasi manusia. 2. Ciri-Ciri Korupsi menurut Syed Hussein Alatas • Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan dengan pencurian atau penggelapan. • Korupsi umumnya melibatkan kerahasiaan, ketertutupan terutama motif yang melatarbelakangi dilakukannya perbuatan korupsi itu sendiri. • Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan itu tidaklah selalu berbentuk uang. • Usaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum. • Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang dan mempengaruhi keputusan-keputusan itu. • Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum. • Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu. • Korupsi didasarkan atas niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi. Menurut Alatas terdapat tiga tipe fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi: penyuapan (bribery), pemerasan (exortion), dan nepotisme. Ketiga tipe itu berbeda namun terdapat benang merah yang menghubungkan ketiga tipe korupsi itu yaitu penempatan kepentingan-kepentingan publik di bawah tujuan-tujuan pribadi dengan pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan, yang dibarengi dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan pengabaian atas kepentingan publik.Dalam masalah penyuapan Noonan memberikan deskripsi yang lebih jelas untuk membedakan penyuapan dengan pemberian hadiah. Hadiah yang sah biasanya dapat dibedakan dengan uang suap yang tidak sah. Hadiah dapat diberikan secara terbuka di depan orang ramai sedangkan uang suap tidak. Pembedaan ini dilakukan karena orang biasanya berkelit ketika dipaksa mengaku telah memberikan suap kepada orang lain maka alasan yang digunakan supaya lebih aman adalah bahwa yang diberikan adalah hadiah. Dalam melihat persoalan ini, aparat penegak hukum harus jeli untuk bisa mendefinisikan korupsi secara luas. Dari perspektif yuridis konsepsi korupsi dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada. Beberapa unsur untuk mengidentifikasikan korupsi dalam Undang-Undang tersebut: • Melawan Hukum • Memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi • Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara • Bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi • Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena Jabatan atau kedudukannya. Beberapa pertanyaan untuk para korupsi 1. Siapa yang melakukan ? Korupsi dapat dilakukan oleh siapapun juga. Dari pengertian diatas maka yang potensial melakukannya adalah pegawai negeri namun tidak menutup kemungkinan pegawai swasta melakukan perbuatan itu. Mengapa? Karena pegawai negeri lah yang secara langsung berhubungan atau menjalankan birokrasi yang berbelit-belit dan bertingkat-tingkat sehingga memiliki peluang besar untuk melakukan korupsi. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi pegawai swasta untuk melakukan korupsi terutama yang sering melaksanakan proyek-proyek pemerintah. 2. Apa yang mereka lakukan ? Biasanya mereka melakukan penyesuaian-penyesuaian anggaran yang jauh dari kenyataan lapangan, suap-menyuap antar atasan dan bawahan atau antara pelaksana dan pengawas, pemberian hadiah-hadiah atau munculnya praktek-praktek diluar prosedur yang ada. Apa yang mereka lakukan melawan hukum atau aturan yang berlaku serta kepatutan yang ada pada masyarakat. Praktek itu tidak muncul secara tiba-tiba tetapi biasanya terencana atau sistemik. 3. Apa tujuannya ? Jelas, ada keinginan untuk memperkaya diri sendiri karena merasa pendapatan/gaji yang diterimanya tidak cukup sehingga berbagai cara halal dilakukan. Tidak tertutup kemungkinan maksud untuk memperkaya orang lain terutama orang-orang disekitarnya baik saudara maupun kolega, karena ketika kemudahan itu diperoleh oleh orang-orang disekitarnya maka suatu saat akan ada timbal balik yang didapatkannya. Selain itu keinginan untuk memperkaya suatu kelompok atau korporasi juga sangat dimungkinkan. Korporasi itulah yang diajak secara bersama-sama untuk melakukan korupsi. Banyak keuntungan yang bisa diperoleh. Selain tidak kelihatan pelaku nya secara orang perorangan, korporasi bekerja sangat rapi dengan berlindung dibalik kekuasaan, modal yang besar serta kedudukan yang dimilikinya. 4. Bagaimana hal itu dapat mereka lakukan ? Dengan jabatan dan kedudukan yang ada dengan mudah perbuatan tersebut dilakukan. Dari jabatan level yang paling rendah sampai paling tinggi ada kemungkinan untuk melakukan praktek korupsi. 5. Apa akibat perbuatan tersebut ? Perbuatan tersebut dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara sehingga rakyat yang akan menerima akibatnya. Harga-harga sembako melonjak, masyarakat miskin semakin banyak tetapi beberapa gelintir orang yang kaya mendadak. 6. Menangkap koruptor Dengan dalih bukti yang tidak cukup kejaksaan terlihat tidak serius menangani kasus korupsi apalagi yang menyangkut pejabat negara. Beberapa kasus korupsi tidak berhasil diselesaikan oleh Kejaksaan Agung. Padahal kalau kita merujuk kembali ke Undang-Undang yang ada maka dengan kewenangan yang luas bagi Kejaksaan Agung untuk melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap seorang koruptor. Kejaksaan Agung harus cepat mengambil sikap dengan memprioritaskan kasus korupsi dengan membuat BAP (berita Acara Pemeriksaan) untuk diajukan ke pengadilan dengan bukti-bukti yang cukup (sedikit bukti sudah bisa diajukan untuk mengajukan seseorang ke muka pengadilan). Dengan bukti tersebut maka seorang tersangkalah yang akan membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan korupsi. Seperti UU Anti Korupsi Malaysia (Prevention of Coruption Act Malaysia) yang menerapkan sistem pembuktian terbalik, menyatakan bahwa semua pemberian atau hadiah dianggap sebagai suap sampai terdakwa dapat membuktikan bahwa itu bukan suap. Dari kesederhanaan proses inilah sebenarnya ada harapan yang cukup besar bagi kita untuk menegakkan atau mengembalikan supremasi hukum melalui penyelesaian kasus korupsi. Tapi niat baik dibuatnya aturan ini tidak disambut positif oleh pejabat yang berwenang (dalam hal ini kejaksaan). Nampaknya pengadilan pun berbuat sama. Beberapa koruptor yang diajukan ke muka pengadilan lolos begitu saja karena intervensi pihak luar ke proses penyelesaian perkara di pengadilan sangat besar. Berdasarkan pengalaman tersebut maka Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengantisipasi ketidakberdayaan aparat dan institusi penegak hukum. Dengan pembentukan Komisi Anti korupsi diharapkan akan dapat menyelesaikan permasalahan mandul nya kejaksaaan dan pengadilan dalam menuntaskan kasus korupsi. 2.3 Korupsi dalam Pandangan Sosial. Korupsi pada zaman sekarang sudah bisa dibilang budaya atau kebiasaan untuk orang-orang yang menduduki jabatan tinggi atau terpandang. Kebiasaan korupsi di Indonesia juga tidak lepas dari buruknya sistem hukum di Indonesia yang mana sangat mudah untuk orang-orang besar untuk "menyuap" para penegak hukum di Indonesia. saat ini korupsi telah menjadi penyakit nasional bangsa kita. dapat kita jumpai perbuatan korupsi dalam segala lapisan masyarakat. terdapat fenomena yang muncul, yakni melakukan korupsi seperti melakukan perbuatan biasa yang tidak melanggar hukum. apa yang salah dalam masyarakat kita sehingga hal seperti ini seperti di "legalkan" ? kondisi sosial dan budaya merupakan salah satu aspek yang membuat tindakan korupsi ini menjadi tumbuh subur. dilihat dari kondisi sosial, faktor lingkungan pergaulan masyarakat yang memandang bahwa korupsi menjadi hal yang lazim akan dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap tindakan korupsi. lingkungan pergaulan adalah faktor utama perubahan cara pandang atau perilaku seseorang terhadap sebuah masalah. kebiasaan masyarakat yang melazimkan korupsi ini akhirnya dapat menjadi sebuah "budaya". contohnya adalah budaya memberikan uang pelicin kepada petugas kelurahan agar proses pengurusan surat-surat berjalan dengan lancar. hal ini akhirnya berimbas besar pada sistem sosial budaya indonesia, membuat sebuah sistem baru, yakni yang berduit dialah yang berkuasa. sistem ini berlaku karena saat ini segala sesuatunya membutuhkan duit pelicin. sistem sosial budaya yang seperti ini akhirnya membuat perilaku korupsi tumbuh subur di indonesia. padahal, jika sistem ini tidak di tumbuh suburkan, masyarakat dapat memberi sanksi sosial terhadap koruptor yang cukup untuk membuat efek jera bahkan juga bisa meredam tingkat korupsi karena para pelakunya perlu bepikir panjang akan akibat yang mereka rasakan jika perbuatan mereka diketahui oleh masyarakat. sanksi sosial seperti ini sangat efektif, dapat kita lihat di jepang, bagaimana seorang pejabat akan merasa hilang harga dirinya jika dia ketahuan melakukan perbuatan tidak terpuji. karena sistim seperti ini belum tercipta di indonesia, maka para koruptor tidak segan segan dalam melakukan korupsi, bahkan bukan suatu hal yang aneh atau memalukan bagi mereka jika tertangkap tangan melakukan korupsi. semoga, sistem sosial dan budaya yang ada di masyarakat dapat kembali berfungsi sebagai pengontrol anggota masyarakat itu sendiri.   Bab III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan keungan atau perekonomian Negara. Korupsi (bahasa Latin: Corruptio dari kata kerja Corrumpere yang bermakna busuku, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat (1) UU TPK menyatakan bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tujuan dari praktek-praktek diatas tercantum dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. saat ini korupsi telah menjadi penyakit nasional bangsa kita. dapat kita jumpai perbuatan korupsi dalam segala lapisan masyarakat. terdapat fenomena yang muncul, yakni melakukan korupsi seperti melakukan perbuatan biasa yang tidak melanggar hukum. apa yang salah dalam masyarakat kita sehingga hal seperti ini seperti di "legalkan", kondisi sosial dan budaya merupakan salah satu aspek yang membuat tindakan korupsi ini menjadi tumbuh subur. dilihat dari kondisi sosial, faktor lingkungan pergaulan masyarakat yang memandang bahwa korupsi menjadi hal yang lazim akan dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap tindakan korupsi. lingkungan pergaulan adalah faktor utama perubahan cara pandang atau perilaku seseorang terhadap sebuah masalah. kebiasaan masyarakat yang melazimkan korupsi ini akhirnya dapat menjadi sebuah "budaya. 3.2 Saran Menurut saya sebagai mahasiswa yang bisa saya lakukan untuk membenarkan atau mengurangi Korupsi di Indonesia mulai lah dari hal-hal kecil seperti tidak mencari keuntungan yang bukan hak kita untuk membohongi teman, orang tua dan orang-orang lain di sekitar kita. Karena untuk mengubah hal-hal besar baik itu positif atau negatif mualailah dari diri kita dan sekeliling kita.   DAFTAR PUSTAKA http://dunialainbrama.blogspot.com/2012/10/pandangan-korupsi-menurut-sistem-sosial.html http://azmiafi.blogspot.com/ http://hukum.kompasiana.com/2012/10/12/memandang-korupsi-dari-sudut-pandang-hukum-501231.html http://tamaeuehara.blogspot.com/2012/04/korupsi-menurut-pandangan-hukum-di.html

Related Posts:

0 Response to "Tindak Pidana KORUPSI Dalam Paradigma Hukum dan Paradigma Sosial"

Post a Comment