Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959

ANALISIS DEKRIT PRESIDEN SOEKARNO DAN MAKLUMAT PRESIDEN ABDUR RAHMAN WAHID Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Konstitusi Program Kekhususan Hukum Tata Negara Disusun oleh: xxxxxxxxxxx FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2015 Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah: 1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950 2. Pembubaran Konstituante 3. Pembentukan MPRS dan DPAS Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka menimbulkan problem dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah -masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”. Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie). ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN 1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan 2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR 3. Jaminan HAM lemahTerjadi sentralisasi kekuasaan 4. Terbatasnya peranan pers 5. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur) 6. Penyaluran tuntutan-tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Frontnas 7. Pemeliharaan nilai-Penghormatan HAM rendah 8. Kapabilitas-abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju 9. Integrasi vertikal - atas bawah 10. Integrasi horizontal-berperan solidarity makers, 11. Gaya politik berideologi, nasakom 12. Kepemimpinan tokoh kharismatik dan paternalistik 13. Partisipasi massa-dibatasi 14. Keterlibatan militer -militer masuk ke pemerintahan 15. Aparat negara -loyal kepada negara   MAKLUMAT PRESIDEN Abdur Rahman Wahid Masih ingatkah kita akan Dekrit kedua di negeri ini yang gagal??? Dinihari, 23 Juli 2001, tepat pukul 01.17 WIB, Presiden Abdurrahman Wahid mengumumkan Maklumat Presiden RI yang kemudian dikenal dengan Dekrit Gus Dur. Di dalam dekrit yang dibacakan salah seorang jurubicara presiden, Yahya C. Staquf, itu Gus Dur menegaskan bahwa telah terjadi krisis konstitusional yang memperparah krisis ekonomi dan penegakan hukum serta pemberantasan korupsi. Dengan segala pertimbangan itu, dengan keyakinan dan tanggung jawab untuk menyelamatkan negara dan bangsa serta berdasarkan sebagian terbesar masyarakat Indonesia, Gus Dur menegaskan bahwa sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dirinya terpaksa mengambil langkah-langkah luar biasa untuk memaklumkan tiga hal pokok, sebagai berikut: 1. membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI dan Dewan Perwakilan Rakyat RI; 2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemilihan umum dalam waktu setahun; 3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu. Analisis pendapat saya Seperti kita ketahui bersama bahwa dekrit tersebut memicu kontroversi dan masih menyimpan sebuah misteri, mungkin kita memang seharusnya melaksanakan dekrit tersebut. Saya melihat kisruhnya dunia perpolitikan Indonesia yang semakin menjadi-jadi. Setiap kasus selalu tertutupi kasus lain tanpa adanya solusi tuntas dari setiap masalah. Saya berharap adanya sebuah dekrit yang bakal memberikan perubahan yang nyata sehingga bisa memberikan manfaat yang terasa untuk rakyat Indonesia. Pertama, dekrit mengenai pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemilihan umum dalam waktu setahun. Isi dekrit ini menurut saya merupakan tindak lanjut dari pembubaran DPR/MPR yang sudah tak sesuai fungsinya. Dengan mengembalikan kedaulatan rakyat secara utuh akan benar-benar menghidupkan demokrasi. Sekarang ini memang kita ketahui bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat tapi itu hanya teori belaka. Kekuasaan tertinggi sampai sekarang belum terasa untuk rakyat.masalah pembekuan DPR/MPR, kita tahu bersama sekarang ini masalah seolah tak pernah lepas dari DPR. Setiap masalah yang terjadi di negara ini selalu ada saja hubungannya dengan DPR dan yang terparah adalah masalah korupsi yang secara umum berasal dari lembaga ini, seperti kasus suap wisma atlet yang sekarang sedang berkembang. Belum lagi masalah internal DPR mulai ribut masalah renovasi ruang banggar hingga masalah ribut snack berharga 20 ribu yang diprotes anggota DPR. Saya merasa sudah terlalu fatal kebrobrokan yang terjadi di lembaga ini sehingga pemulihan secara perlahan sangat sulit dilakukan sehingga perlu dilakukan perubahan secara menyeluruh, salahsatunya dengan cara membekukan atau membubarkannya. Kedua, masalah pembekuan DPR/MPR, kita tahu bersama sekarang ini masalah seolah tak pernah lepas dari DPR. Setiap masalah yang terjadi di negara ini selalu ada saja hubungannya dengan DPR dan yang terparah adalah masalah korupsi yang secara umum berasal dari lembaga ini, seperti kasus suap wisma atlet yang sekarang sedang berkembang. Belum lagi masalah internal DPR mulai ribut masalah renovasi ruang banggar hingga masalah ribut snack berharga 20 ribu yang diprotes anggota DPR. Saya merasa sudah terlalu fatal kebrobrokan yang terjadi di lembaga ini sehingga pemulihan secara perlahan sangat sulit dilakukan sehingga perlu dilakukan perubahan secara menyeluruh, salahsatunya dengan cara membekukan atau membubarkannya. Ketiga, masalah pembekuan partai. Mungkin sudah saatnya kita mengatur secara ketat partai-partai di negara kita yang jumlahnya sangat banyak. Mungkin Dapat kita awali perubahan dengan membubarkan semua partai yang ada dan memulai sistem dunia perpolitikan yang baru. Denagn sistem ini, nantinya diharapkan sistem perpolitikan benar-benar lepas dari sistem lama yang sudah bobrok. Semua itu tentunya harus dibarengi dengan pengawasan dari seluruh rakyat. Hal terpenting lainnya adalah kecermatan kita menerapkan budaya ramah dan budaya terima kasih yang ada di Indonesia. Seperti kita ketahui bersama bahwa budaya-budaya tersebut dapat memicu adanya korupsi. Pada dasranya budaya tersebut adalah budaya yang sangat baik dan elegan. Namun, orang-orang kadang menyalah artikan dan malah memanfaatkannya dalam hal korupsi.

Related Posts:

0 Response to "Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959"

Post a Comment